Zat
Aditif Makanan
Pada
dasarnya baik masyarakat desa maupun kota, pasti telah menggunakan zat aditif
makanan dalam kehidupannya sehari-hari. Secara ilmiah, zat aditif makanan di
definisikan sebagai bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan
makanan untuk meningkatkan mutu. Disini zat aditif makanan sudah termasuk :
pewarna, penyedap, pengawet, pemantap, antioksidan, pengemulsi, pengumpal,
pemucat, pengental, dan anti gumpal.
Istilah
zat aditif sendiri mulai familiar di tengah masyarakat Indonesia setelah
merebak kasus penggunaan formalin pada beberapa produk olahan pangan, tahu,
ikan dan daging yang terjadi pada beberapa bulan belakangan. Formalin sendiri
digunakan sebagai zat pengawet agar produk olahan tersebut tidak lekas busuk/terjauh
dari mikroorganisme. Penyalahgunaan formalin ini membuka kacamata masyarakat
untuk bersifat proaktif dalam memilah-milah mana zat aditif yang dapat
dikonsumsi dan mana yang berbahaya.
Secara
umum, zat aditif makanan dapat dibagi menjadi dua yaitu : (a) aditif sengaja,
yaitu aditif yang diberikan dengan sengaja dengan maksud dan tujuan tertentu,
seperti untuk meningkatkan nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan
kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa, dan lain sebagainya. Dan kedua, (b) aditif
tidak sengaja, yaitu aditif yang terdapat dalam makanan dalam jumlah sangat
kecil sebagai akibat dari proses pengolahan.
Bila
dilihat dari sumbernya, zat aditif dapat berasal dari sumber alamiah seperti
lesitin, asam sitrat, dan lain-lain, dapat juga disintesis dari bahan kimia
yang mempunyai sifat serupa dengan bahan alamiah yang sejenis, baik susunan
kimia, maupun sifat metabolismenya seperti karoten, asam askorbat, dan
lain-lain. Pada umumnya bahan sintetis mempunyai kelebihan, yaitu lebih pekat,
lebih stabil, dan lebih murah. Walaupun demikian ada kelemahannya yaitu sering
terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat berbahaya bagi
kesehatan, dan kadang-kadang bersifat karsinogen yang dapat merangsang
terjadinya kanker pada hewan dan manusia.
Beberapa
Contoh Zat Aditif
Zat
aditif makanan telah dimanfaatkan dalam berbagai proses pengolahan makanan,
berikut adalah beberapa contoh zat aditif :
Zat
aditif
|
Contoh
|
Keterangan
|
Pewarna
|
Daun pandan (hijau), kunyit
(kuning), buah coklat (coklat), wortel (orange)
|
Pewarna alami
|
Sunsetyellow FCF (orange),
Carmoisine (Merah), Brilliant Blue FCF (biru), Tartrazine (kuning), dll
|
Pewarna sintesis
|
|
Pengawet
|
Natrium benzoat, Natrium Nitrat,
Asam Sitrat, Asam Sorbat, Formalin
|
Terlalu banyak mengkonsumsi zat
pengawet akan mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit
|
Penyedap
|
Pala, merica, cabai, laos, kunyit,
ketumbar
|
Penyedap alami
|
Mono-natrium glutamat/vetsin
(ajinomoto/sasa), asam cuka, benzaldehida, amil asetat, dll
|
Penyedap sintesis
|
|
Antioksidan
|
Butil hidroksi anisol (BHA), butil
hidroksi toluena (BHT), tokoferol
|
Mencegah Ketengikan
|
Pemutih
|
Hidrogen peroksida, oksida klor,
benzoil peroksida, natrium hipoklorit
|
-
|
Pemanis bukan gula
|
Sakarin, Dulsin, Siklamat
|
Baik dikonsumsi penderita
diabetes, Khusus siklamat bersifat karsinogen
|
Pengatur keasaman
|
Aluminium amonium/kalium/natrium
sulfat, asam laktat
|
Menjadi lebih asam, lebih basa,
atau menetralkan makanan
|
Anti Gumpal
|
Aluminium silikat, kalsium
silikat, magnesium karbonat, magnesium oksida
|
Ditambahkan ke dalam pangan dalam
bentuk bubuk
|
Penutup
Sebagaimana
telah diuraikan diatas, bahwasanya telah dilakukan survei tentang tingkat
pengetahuan masyarakat desa di Lampung Timur mengenai zat aditif. Dari hasil
observasi yang penulis lakukan (diluar kesimpulan riset secara umum),
diketahui bahwa tingkat pengetahuan masyarakat mengenai zat aditif sangat
rendah sekali, walaupun terdapat kesadaran yang mumpuni dari masyarakat untuk
menggunakan dosis zat aditif secukupnya. Tetapi kabar gembiranya adalah terdapat
kecenderungan dari masyarakat desa (walaupun didominasi dengan latar pendidikan
terakhir Sekolah Dasar (SD)) untuk tidak masa bodoh terhadap
informasi-informasi mengenai zat aditif. Kabar ini merupakan peluang bagi para
kimiawan untuk melakukan penyuluhan lebih intensif mengenai zat aditif kepada
masyarakat di daerahnya masing-masing.
Bentuk-bentuk
penyuluhan yang tepat guna dalam penyebarluasan informasi zat aditif ini
dapatlah disesuaikan dengan sosio-kultural masyarakat setempat dan kemampuan
dari team penyuluh. Sosio-kultural yang dimaksud disini adalah dengan
mempertimbangkan latar pendidikan masyarakat, kehidupan sosial masyarakatnya,
dan latar belakang dari pekerjaan penduduk. Diharapkan masyarakat akan dapat
lebih cerdas dalam penggunaan dosis atau takaran dari penggunaan zat aditif dan
dapat mengetahui zat-zat aditif mana saja yang dapat dikonsumsi dan zat mana
saja yang berbahaya bagi manusia.
Sumber : http://birugraphity.wordpress.com/2011/10/01/bahaya-zat-adiktif-makanan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar