Tema : Pelapisan Sosial dan Kesamaan Derajat
Pembangunan ekonomi selama era SBY berkuasa semakin memperkaya golongan kaya. Kenaikan jumlah orang Indonesia dalam daftar terkaya di dunia mengindikasikan menguatnya penggumpalan kekayaan pada segelintir orang dan menajamnya kesenjangan sosial-ekonomi.
Kaum kaya menjadi luar biasa kaya dari hutang, buruh murah dan menghindari pajak, sementara kaum miskin makin miskin karena pekerjaan dan pelayanan publik dicabut untuk membayar bunga pinjaman pemerintah kepada Bank Dunia.
Di Indonesia yang rakyatnya miskin, korupsi pejabat, politisi dan pengusaha, sudah terlalu parah.Dokumen internal Bank Dunia membenarkan bahwa sepertiga pinjaman Bank Dunia masuk ke kantong kroni dan pejabat korupnya. Pada era Orde Baru sampai era reformasi, situasi hampir sama saja.
Orang kaya mudah memindahkan uangnya ke bank manapun. Globalisasi berarti modal-uang besar- yang dapat dipindahkan kemana dan kapan saja dengan aman. Dan mereka semakin kaya.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa kenaikan jumlah pengusaha Indonesia yang masuk dalam orang terkaya dunia menandakan positifnya pertumbuhan ekonomi bagi para kapitalis. Dalam satu dekade terakhir, orang terkaya baru Indonesia memiliki korelasi positif dengan bisnis di sektor komoditas yang dipicu oleh kenaikan harga komoditas beberapa tahun terakhir. Di sisi lain, RI juga merupakan pasar yang besar. Sebab, penduduk produktif terus meningkat.
Di sisi lain, secara teori ekonomi, memang di negara berkembang seperti Indonesia kemunculan orang terkaya baru bisa juga bermakna kesenjangan. Sebab, ekonomi baru tumbuh. Tapi, sejalan dengan ekonomi yang semakin maju, kesenjangan itu bisa dikurangi. Kondisi ini terjadi di Jepang dan China saat ini yang juga mengalami kesenjangan.
Pada satu titik tertentu, pemerintah bisa mengusahakan fungsi distribusi peluang usaha. Pemerintah memberikan peluang (playing of field) yang sama. Sehingga, semua orang punya kesempatan untuk maju. Semua orang bisa berbisnis dengan mudah. Namun tetap saja golongan yang sudah super kaya atau mapan, paling cepat laju akumulasi modal dan kekayaannya.
Fakta itu bisa dilihat dari laporan Majalah Forbes tahunn ini yang memasukkan 14 pengusaha Indonesia dalam daftar orang terkaya dunia. Padahal di 2010 hanya tujuh pengusaha. Ketujuh pendatang baru itu adalah Sri Prakash Lohia, Kiki Barki, Edwin Soeryadjaya, Garibaldi Tohir, Theodore Rachmat, Murdaya Phoo dan Benny Subianto.
Mereka menemani tujuh pengusaha yang tahun lalu sudah masuk daftar yaitu R Budi Hartono, Michael Hartono, Martua Sitorus, Peter Sondakh, Sukanto Tanoto dan Chairul Tanjung.
Pendatang baru pertama adalah Sri Pakasih Lohia yang masuk urutan 564 dengan kekayaan US$2,1 miliar. Kiki Barki berada di urutan ke 595 terkaya dunia dan nomer 7 terkaya di Indonesia senilai US$2 miliar. Berikutnya adalah Edwin Soeryadjaya diurutan 782 dengan kekayaan mencapai US$1,6 miliar.
Garibaldi Thohir diurutan 833 dengan kekayaan US$1,5 miliar. Theodore Rachmat berada di urutan 938 dengan kekayaan US$1,3 miliar. Moerdaya Poo berada di urutan 1057 dengan kekayaan U$1,1 miliar. Sedangkan Benny Subianto di urutan 1140 memiliki kekayaan US$1 miliar.
DIUNTUNGKAN NEOLIBERALISME PEMBANGUNAN
Siapa yang kaya dan diuntungkan dengan model pembangunan kapitalisme neoliberal selama ini? Dari fakta di atas, jelas bukan rakyat banyak. Sebab ditengarai, hanya belasan atau ratusan orang yang kaya-raya di Indonesia.
Para analis ekonomi melihat, total kekayaan orang Indonesia yang naik berlipat ganda, hanya segelintir orang saja. Kaum yang kaya makin kaya, sedang yang susah kian resah karena pendidikan dan kesehatan serta pemukiman kian mahal.
Akibatnya, stabilitas mudah terancam. Potensi konflik dan kerusuhan sosial masih terus menghantui masyarakat karena distribusi pendapatan amat timpang, tidak merata.
Para analis ekonomi melihat, total kekayaan orang Indonesia yang naik berlipat ganda, hanya segelintir orang saja. Kaum yang kaya makin kaya, sedang yang susah kian resah karena pendidikan dan kesehatan serta pemukiman kian mahal.
Akibatnya, stabilitas mudah terancam. Potensi konflik dan kerusuhan sosial masih terus menghantui masyarakat karena distribusi pendapatan amat timpang, tidak merata.
Makna dari fakta di atas adalah bahwa, model pembangunan neoliberal hanya makin mempertajam jurang kaya-miskin. Hanya sekitar belasan keluarga atau ratusan orang yang terkaya, sementara jutaan warga masih miskin.
Total kekayaan orang Indonesia hingga pertengahan 2010 saja, mencapai US$1,8 triliun dollar AS atau naik lima kali lipat dalam satu dekade terakhir. Kekayaan itu diperkirakan akan tumbuh menjadi 3 triliun dollar AS atau dua kali lipat pada tahun 2015.
Total kekayaan orang Indonesia hingga pertengahan 2010 saja, mencapai US$1,8 triliun dollar AS atau naik lima kali lipat dalam satu dekade terakhir. Kekayaan itu diperkirakan akan tumbuh menjadi 3 triliun dollar AS atau dua kali lipat pada tahun 2015.
Laporan kekayaan global yang dirilis Credit Suisse Research Institute di Jakarta, Rabu (13/10) menunjukkan, sekitar 20% dari total penduduk Indonesia memiliki kekayaan US$10-100 ribu dollar AS, sedangkan 87% memiliki kekayaan di bawah US10 ribu per orang. Lebih dari 90% kekayaan rumah tangga itu berupa aset nonfinansial, terutama properti.
Sementara laju kekayaan orang Indonesia telah melampaui rata-rata global, yakni 72%. Adapun kekayaan rata-rata orang dewasa di Indonesia mencapai US$12.112 dollar AS atau naik 384% jika dibandingkan 2000. Pertumbuhan itu merupakan yang tercepat di Asia-Pasifik atau tertinggi keempat di dunia.
Konglomerat kian kaya karena menguasai modal raksasa, alat produksi, jaringan pasar dan sumber daya ekonomi-politik, sementara rakyat hanya pekerja semata tanpa kapital, yang setiap kali menghadapi bencana PHK atau bencana alam, kehilangan harta bahkan jiwa. Para konglomerat, juga tak terpengaruh arus bencana yang melanda bangsa seperti gempa, tsunami, banjir dan letusan gunung berapi. Para taipan mendapat untung dari bisnis penjualan sumberdaya alam di Tanah Air seperti kebun kelapa sawit dan pertambangan batubara. Disamping itu pasar dalam negeri yang cukup besar menjanjikan peluang bagi para pebisnis ini. Yang jelas, kesenjangan ekonomi sangat mencolok dan akan semakin senjang sebagai konsekuensi neoliberalisme di era globalisasi..Inilah tragedi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar