Tema : Agama dan Masyarakat
Hizbut Tahrir Indonesia mengecam keras rencana pembakaran Kitab Suci Alquran oleh sebuah sekte kecil agama Kristen di Florida, Amerika Serikat 11 September dalam rangka peringatan tragedi WTC/911. Karena itu merupakan tindak biadab dan sangat merendahkan kehormatan, keagungan dan kesucian Alquran sekaligus penghinaan terhadap Islam dan kaum Muslim sedunia. Pastor Terry Jones, motor aksi biadab dari Gereja Dove World Outreach Center itu beralasan mengapa ia menyerukan untuk pembakaran Alquran karena Alquran sebagai inspirasi kekerasan sehingga harus dibakar.
Rencana gila tersebut tidak boleh dibiarkan. “Harus ada upaya sungguh-sungguh dari pemerintah AS, juga dari umat Kristen sedunia, termasuk Indonesia untuk menggagalkan upaya sinting itu!” ujar Jurubicara HTI Muhammad Ismail Yusanto kepada wartawan dalam konferensi pers, Kamis (26/8) siang di Kantor DPP HTI Crown Palace, Jl Soepomo, Jakarta Selatan.
Sedangkan Ketua DPP HTI Rokhmat S Labib menjelaskan bahwa nama lain dari Alquran adalah Asy Syifa alias obat. Baik sebagai obat individu maupun obat masyarakat. Sebagaimana layaknya obat, tindakan pengobatan terhadap berbagai penyakit ya berbeda-beda. Kalau hanya sakit kepala ya cukup minum obat dan selesai. Tetapi kalau penyakitnya itu berupa kanker yang berada di dalam usus atau organ dalam lainnya, dan tiada cara lain kecuali dibedah, untuk membuang kanker tersebut, maka harus dibedah.
“Nah, apakah bila dokter membedah untuk membuang kanker tersebut mau dikatakan bahwa dokter ini melakukan kekerasan?” tanya Rokhmat retorik. Jadi ketika Alquran dalam salah satu ayatnya menyatakan, kutiba alaiykumul qital…(diwajibkan atas kalian untuk berperang…), kalau diumpamakan ya seperti dokter bedah kanker itu.
Jadi berperang dalam Islam bukan berarti untuk membumi hanguskan dan menghancurkan manusia. Tetapi perang dalam kondisi yang tepat. Yakni berperang kepada mereka-mereka yang memerangi Islam. Serta memerangi para penjaga sistem yang menghalangi manusia untuk mengenal dan mengabdi kepada Tuhannya.
Tentu bagi mereka yang memerangi Islam tidak ada balasan yang setimpal kecuali melakukan perlawanan yang sepadan. “Jadi dalam Islam tidak ada ungkapan bila ditampar pipi kananmu berilah pipi kirimu, yang ada adalah bila pipi kananmu ditampar, tampar lagi pipi kanan si penampar itu!” tegasnya.
Dalam kesempatan itu hadir pula empat orang utusan dari Gerakan Peduli Pluralisme (GPP) yakni Koordinator Nasional GPP Damien Dematra, Ketua Lembaga Hukum Majelis Budhayana Indonesia Romo Sugianto Sulaiman, Ketua Gereja Bethel Indonesia Pendeta Shepard Supit, dan aktivis GPP M Zulfi Aswan. Sedangkan di pihak HTI selain Ismail, hadir pula Ketua DPP HTI Rokhmat S Labib, Farid Wadjdi , Ketua Lajnah Siyasiyah Haris Abu Ulya.
Sebelum mempersilakan GPP menyampaikan pendapatnya terkait rilis yang disampaikan HTI, Farid Wadjdi menyatakan meskipun menerima tamu dari GPP tetapi HTI tetap tegas menolak pluralisme dengan berbagai variannya. Karena dalam pandangan Hizbut Tahrir ada perbedaan yang mendasar antara pluralisme dan pluralitas.
“Salah satu yang kami tentang adalah pandangan pluralisme yang menyamakan semua agama,” jelas Farid. Sedangkan pluralitas dalam artian adalah fakta di tengah masyarakat Islam adanya berbagai suku, bangsa maupun agama itu tidak menjadi persoalan. Sepanjang sejarah khilafah mereka semua dilindungi, karena Rasulullah SAW bersabda barang siapa yang mengganggu ahlul dzimmah (non Muslim warga Khilafah) maka dia berhadapan denganku.
Damien menjawab bahwa benar pluralisme banyak variannya dan pluralisme yang GPP anut adalah yang paling ujung, yang tidak menganggap semua agama sama, tetapi meyakini adanya berbagai macam agama adalah suatu fakta. “Jadi kalau nama pluralisme jadi masalah kami tidak keberatan kok namanya diganti jadi Gerakan Peduli Pluralitas,” ujar Damien berseloroh.
Damien pun menyatakan maksud kedatangan GPP ke kantor DPP HTI adalah merupakan rangkain safari perdamaian ke berbagai ormas Islam agar sama-sama mengecam rencana pembakaran Alquran tersebut. “Ini merupakan permintaan gereja-gereja di Indonesia, yang meminta GPP untuk membantu mengangkat isu ini agar jangan sampai orang Islam mengira orang Kristen itu begitu,” papar Damien.
Harits Abu Ulya, kemudian mengomentari rilis pers GPP poin kedua yang berbunyi, agar masyarakat Indonesia pada umumnya dan umat Islam pada khususnya dapat menahan diri dan tidak melakukan tindakan pembalasan karena hal itu dapat memancing pertikaian yang berkepanjangan.
Harits mengingatkan bahwa HTI dan juga ormas Islam lainnya tidak bisa menjamin umat Islam di Indonesia bisa menahan diri. “Jadi tidak ada jaminan!” ujarnya. Karena di kalangan kaum Muslimin juga sangat beragam tingkat sensitivitasnya. Mereka yang jarang bahkan tidak pernah ke masjidpun kalau sampai melihat atau tahupelecehan itu dilakukan terhadap suatu yang sakral dalam kehidupannya, keyakinannya, maka mereka bisa melakukan hal-hal yang unpredictible (tidak terduga).
Di Indonesia, kantong kantong kaum Muslim, yang karakteristiknya seperti itu, sangat banyak! Jadi penting untuk dilakukan GPP jangan hanya safari ke ormas-ormas Islam tetapi datang pula ke Kementrian Luar Negeri atau ke Istana Presiden. Agar SBY yang sudah menyatakan bahwa Amerika sebagai negeri keduanya itu bisa meminta Obama menekan warganya untuk membatalkan rencana tersebut.
Mumpung SBY masih di Indonesia, mumpung dia lagi puasa barangkali memiliki sensitifitas tinggi, karena ini persoalan serius. “Sehingga dia mau ngomong ke tuannya yakni Obama untuk menekan warga negaranya agar tidak melakukan perbuatan yang tidak patut tersebut,” pungkas Abu Ulya.[] joko prasetyo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar