Tema : Individu, Keluarga dan Masyarakat
Wilayah Provinsi Papua (Papua dan Papua Barat), dikenal memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah, baik yang berupa hasil tambang, mineral, kekayaan laut, hutan, tanah yang subur, dan berbagai sumber kekayaan alam lainnya. Sayangnya potensi kekayaan alam ini, belum mampu memberikan kesejahteraan kepada penduduk asli Papua serta belum diimbangi dengan kualitas sumber daya manusia yang memadai.
Hingga saat ini, masih terjadi kesenjangan ekonomi antara penduduk pendatang dan penduduk asli Papua. Pembangunan di wilayah tersebut juga belum merata keseluruh pelosok wilayah, bahkan masih banyak warga Papua, terutama di wilayah pedalaman yang hidup di bawah garis kemiskinan dengan pola hidup tradisionil dan masih memakai koteka. Bila dicermati, salah satu penyebab pokok belum berhasilnya pembangunan di provinsi Papua, karena masih rendahnya kualitas sumber daya manusia dan sikap mental penduduk asli Papua yang seringkali kontra produktif.
Oleh sebab itu menjadi tugas kita, untuk mengubah pola pikir masyarakat Papua yang masih memiliki persepsi untuk berdirinya negara Papua merdeka. Percepatan pembangunan di Papua perlu memperoleh dukungan yang bulat dan ikhlas, bahwa Papua memang memerlukan dana yang besar untuk membangun. Meskipun penduduknya relatif sedikit, luasnya wilayah Papua merupakan pembenaran yang logis, bahwa Jakarta memang harus mengalokasikan anggaran yang lebih besar.
Apalagi, peran dana masyarakat/swasta di Papua juga masih sangat terbatas, sehingga Papua memang memerlukan dana yang lebih besar. Inilah esensi keadilan sosial, bahwa aspek wilayah juga perlu memperoleh pertimbangan didalam mengalokasikan dana APBN, sehingga setiap warga negara memperoleh haknya secara proporsional. Demikian juga peran pendidikan dan pemberian informasi, agaknya akan sangat strategis didalam mengubah pola pikir di sana, sehingga mereka juga ikhlas sebagai bagian dari bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak lagi ada keinginan untuk memisahkan diri.
Selain itu, guna percepatan pembangunan di wilayah Papua maka diperlukan peningkatan kualitas SDM dan perubahan sikap mental masyarakatnya. Masyarakat Papua harus berani dan mau meninggalkan tradisi dan sikap mental yang kontra produktif. Masyarakat Papua juga harus terbuka untuk menerima perubahan ke arah yang positif.
Masyarakat Papua harus membuka diri terhadap perubahan dan secara sadar mendukung niat baik dan upaya positif yang dilakukan oleh pemerintah maupun aparat keamanan, bukan bersikap apriori, skeptis dan apatis. Paradigma masyarakat Papua memang harus diubah dalam kerangka NKRI, tanpa meningkatkan kearifan nilai-nilai lokal.
Dan sekarang menurut sekretaris Umum Dewan Adat Papua, Leo Imbiri, menyatakan masyarakat Papua menginginkan keseriusan pemerintah dalam menyelesaikan masalah Papua. Makin hari, kata Leo, rakyat Papua semakin termarjinalisasi.
"Selain tak menikmati kekayaan yang kami punya, kami juga terancam punah di negeri kami," ujar Leo dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi I DPR RI, Jakarta, Rabu, 23 November 2011.
Leo menambahkan, populasi penduduk asli Papua terus menyusut sementara di sisi lain, pendatang dari daerah lain terus berdatangan ke Papua. "Hari ini jumlah penduduk asli Papua dibanding pendatang berapa, mungkin pendatang lebih besar. Tak ada data pasti soal itu tapi kami menduga ada suatu kebijakan sistematis dan didorong untuk marjinalisasi dan pemusnahan masyarakat Papua," kata Leo.
Hal inilah yang meresahkan masyarakat Papua. "Artinya, dengan bersama Indonesia ini orang Papua jadi seperti tak punya masa depan," kata Leo.
Leo berharap Komisi I bisa turut berperan dalam mencari solusi masalah tersebut untuk memastikan orang Papua akan punya masa depan bersama Indonesia. "Banyak rekomendasi sudah disampaikan. DPR pun telah banyak mendapat masukan. Karena itu saya usulkan dari pertemuan ini dan yang sudah dilakukan menjadi langkah yang memberi harapan," kata Leo.
Dialog dengan masyarakat Papua mesti dilakukan untuk mengetahui masalah yang dirasakan sekaligus menjadi dasar kebijakan menyelesaikan masalah. Namun sebagian besar masalah yang mengganjal itu adalah soal status politik Papua terhadap Indonesia dan kekerasan serta pelanggaran HAM.
"Saya ingin tekankan, masalah status politik dan kemanusiaan harus disoroti, sehingga komunikasi politik ke depan menggunakan pertimbangan hati nurani. Komisi I saya harap dapat segera ambil langkah konkret," kata Leo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar